Meleumang adalah istilah masyarakat Abdya untuk mendeskripsikan kegiatan membuat leumang. Ya, memasak ketan yang dicampur dengan santan dan sedikit garam di dalam buluh yang telah dilapisi daun pisang itu ternyata telah menjadi tradisi masyarakat ini saat menyambut bulan puasa.
Masing-masing daerah di Indonesia lazimnya memiliki kuliner tradisional. Contohnya adalah leumang dari Aceh yang lebih sering muncul pada momen Ramadan. Makanan ini terbuat dari beras ketan yang dimasak menggunakan bambu.
Leumang dimasak di dalam seruas bambu. Sebelumnya, leumang digulung terlebih dulu pada selembar daun pisang. Dan secara keseluruhan, bahan-bahan yang dipakai untuk membuatnya tidak terlalu banyak, yaitu garam, beras ketan, santan yang dimasak dalam daun pisang, dan bambu.
Cara pembuatan leumang pun terbilang cukup mudah. Langkah pertama yang perlu dikerjakan adalah merendam ketan di dalam santan terlebih dulu. Setelah direndam, masukkan santan ke dalam batang bambu, yang sebelumnya sudah diberi daun pisang. Setelah itu bakar di atas bara api. Maksud dari pemberian daun pisang ialah agar ketan tidak lengket. Pembakaran tersebut dilakukan hingga ketan yang ada di dalam bambu benar – benar matang.
Pembuatan leumang saat bulan puasa bisa dibilang sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Aceh. Kuliner ini adalah salah satu menu takjil andalan.
Tradisi menyambut bulan Ramadan
Setiap daerah pasti memiliki cara tersendiri dalam menyambut bulan Ramadan. Selama ini, ketika berbicara tentang tradisi menyambut bulan puasa di Aceh, orang akan ramai-ramai berujar meugang atau makmuegang, yang ditandai dengan orang berbondong-bondong membeli daging kerbau atau sapi ke pasar. Namun, ada yang berbeda ketika kita bertandang ke pesisir barat Provinsi Aceh ini.
Tradisi menyambut bulan Ramadan di Aceh Barat Daya tidak hanya dengan membeli daging kerbau atau sapi. Tetapi ada beberapa seremonial lain yang dilakukan oleh masyarakat yang terdiri dari suku Aceh dan Aneuk Jamee ini. Salah satunya adalah tradisi Meleumang atau memasak leumang.
Meleumang adalah istilah masyarakat Abdya untuk mendeskripsikan kegiatan membuat leumang. Ya, memasak ketan yang dicampur dengan santan dan sedikit garam di dalam buluh yang telah dilapisi daun pisang itu ternyata telah menjadi tradisi masyarakat ini saat menyambut bulan puasa.
Jangan heran ketika pagi-pagi Anda jalan-jalan ke pasar tradisionalnya, maka akan banyak lapak yang menjual buluh berukuran 50 sampai 1 meter itu. Leumang tersebut dipanggang di atas bara api. Namun, tidak hanya leumang ketan yang dibuat, tetapi ada juga yang memasak leumang ubi untuk menyambut puasa. Kegiatan meleumang ini dilakukan pada H-4 sampai H-3 puasa.
Salah seorang warga Abdya, Miswar menyebutkan, saat ini tradisi meleumang masih terjaga di pantai barat selatan, terutama disaat menjelang bulan Ramdan dan Hari Raya.
“Sudah menjadi tradisi menyambut bulan puasa atau lebaran masyarakat selalu masak leumang. Jika tidak seperti ada yang kurang walaupun sudah banyak kue-kue lain dipersiapkan,” kata Miswar kepada telitik.com, Senin 20 Maret 2023.
Miswar menjelaskan, tradisi meleumang tidak hanya dilakukan menjelang bulan puasa atau hari raya saja. Melainkan dalam emnyambut hari-hari besar lainnya.
“Sebenarnya, tradisi masak leumang tidak hanya menyambut bulan Ramadan maupun lebaran Idul Fitri dan Iduladha, tapi juga dilakukan pada kenduri turun sawah,” ujarnya.
Takjil favorit saat berbuka puasa
Leumang merupakan salah satu menu takjil pilihan warga Aceh, khususnya Kota Banda Aceh. Tak heran jika kuliner berbahan ketan dan santan ini lebih mudah didapatkan saat Ramadan, terutama jelang berbuka puasa.
Salah seorang warga bernama Reza, mengaku leumang memang selalu menjadi takjil wajib saat berbuka puasa. Selepas shalat ashar, pria asal Pidie Jaya itu akan mencari lokasi penjualan leumang favoritnya.
“Meskipun sekarang saya tidak bekerja di Banda Aceh, tetapi kalau pulang ke Banda Aceh pasti mencari lemang di sini. Karena sudah favorit, sebab rasa selainya berbeda. Itu yang menjadi pilihan,” ujarnya, 27 Maret 2023.
Seoran penjual leumang di Aceh mengaku, saat Ramadan bisa menghabiskan 40 sampai 60 bambu beras. Jumlah ini bisa menghasilkan 100 hingga 250 batang bambu yang di dalamnya sudah berisi leumang siap saji.
Lemang dijual dengan harga bervariasi, antara Rp 30.000 sampai Rp 100.000. Saking ramainya peminat leumang, sehari-hari mampu menghasilkan pemasukan sebesar Rp 3 juta – Rp 4 juta. Lapak leumang ini buka sejak 15.30 WIB dan sebelum 18.00 WIB, biasanya lemang sudah habis diserbu pembeli.
Selain hadir ketika bulan suci Ramadan, leumang juga biasa dijumpai di warung-warung di Aceh. Masyarakat setempat biasanya menikmati leumang di warung kopi, lebih nikmat jika ditambah dengan kopi telor kocok.
Aroma khas lemang sungguh menggugah selera. Perpaduan santan dan beras ketan di dalam bambu yang berderet-deret sungguh menggoda. Setelah matang dalam bakaran, makanan ini dipotong kecil-kecil untuk selanjutnya siap disantap. Tak hanya masyarakat Aceh saja yang suka, wisatawan mancanegara juga gemar.[] (Zikirullah)
Discussion about this post