TELITIK.com, Jakarta – Fenomena golput alias golongan putih sudah menjadi bagian dalam pesta demokrasi. Di setiap momen Pemilu, golput menjadi pilihan bagi mereka yang tidak menentukan pilihan dan tidak mau terlibat sama sekali dalam proses demokrasi yang dijalankan.
Namun tahukah kamu, mengajak orang untuk Golput ternyata punya konsekuensi pidana. Bahkan ancamannya adalah penjara paling lama tiga tahun.
Aturan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu khususnya Pasal 515, yang berbunyi; “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah.”
Berdasarkan pasal tersebut, golput yang bisa dipidana, sekurang-kurangnya harus memenuhi 3 (tiga) unsur atau syarat yaitu pertama, dilakukan pada saat hari pemungutan suara (hari pencoblosan). Kedua, dengan menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya.
Kemudian yang ketiga, merusak surat suara sehingga menyebabkan surat suaranya tidak sah atau tidak bisa dihitung sebagai suara hasil pemilu.
Sejarah golput di Indonesia
Istilah golput (golongan putih) sudah lama menghiasi perjalanan demokrasi di Indonesia. Secara historis, istilah “putih” yang tersemat dalam kelompok Golput dipakai untuk memposisikan diri sebagai sesuatu yang netral dan tidak partisan.
Kemunculan Golput berawal dari gerakan protes para mahasiswa dan pemuda pada pelaksanaan Pemilu 1971 yang merupakan Pemilu pertama pada era Orde Baru. Peserta pemilu saat ini sebanyak 10 partai politik.
Tokoh yang terkenal dalam memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman. Namun, pencetus istilah “Golput” ini sendiri adalah Imam Waluyo. Dipakai istilah “putih” karena gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian putih pada kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta Pemilu bagi yang datang ke bilik suara.
Tak hanya itu, golongan putih kemudian juga digunakan sebagai oposisi bagi Golongan Karya, partai politik dominan pada masa Orde Baru.[]
| medcom.id
Discussion about this post