TELITIK.com, Banda Aceh – Anda mungkin sering mendengar istilah sindrom baby blues. Baby blues sering dikaitkan dengan depresi yang dialami wanita setelah melahirkan.
Kondisinya bermacam-macam. Mulai dari tak mau melihat bayinya sendiri, bahkan histeris dan merasa tidak siap menjadi ibu.
Tidak sedikit orang yang menganggap semua sindrom pasca-melahirkan adalah sindrom baby blues. Padahal, depresi setelah melahirkan bukan hanya baby blues. Ada depresi lain yang bisa dialami wanita setelah melahirkan, yakni postpartum.
Psikolog klinis dari Brawijaya Clinic Kemang dan Rumah Sakit UMMI Bogor Nuran Abdat mengatakan, ada dua jenis depresi yang bisa dialami ibu setelah melahirkan. Depresi ini tidak hanya terjadi pada mereka yang kelahiran anak pertama, tapi juga kedua, ketiga, dan seterusnya.
“Ada dua jenis, pertama itu sindrom baby blues, lalu kedua [depresi] postpartum. Orang menganggapnya semua depresi itu baby blues, padahal bukan. Keduanya berbeda,” kata Nuran dalam webinar yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kamis 3 Agustus 2023 lalu.
Baik sindrom baby blues maupun depresi postpartum keduanya adalah masalah mental. Namun keduanya berbeda, baik dari segi masalah hingga durasi depresi yang bisa dialami.
Berikut perbedaan antara depresi postpartum dengan sindrom baby blues.
- Sindrom baby blues
Sindrom baby blues merupakan kondisi yang dialami ibu setelah melahirkan. Sindrom ini berupa gangguan emosi yang biasanya muncul dua hingga tiga hari setelah melahirkan. Tapi, beberapa orang bisa mengalami gejala ini hingga satu atau dua pekan.
Para ibu yang mengalami baby blues biasanya mengalami perubahan emosi yang cukup signifikan. Mulai dari rasa sedih yang muncul tiba-tiba, mudah tersinggung, hingga mudah lupa.
“Para ibu juga jadi sering menangis. Mereka juga merasa cemas karena khawatir tidak bisa merawat anaknya dengan baik,” kata Nuran.
Kondisi ini sebenarnya umum terjadi. Hampir 80 persen ibu melahirkan mengalami baby blues.
Meski demikian, sindrom baby blues juga tak bisa disepelekan. Sebab jika dibiarkan, baby blues bisa memicu depresi postpartum.
“Harus ditangani, orang sekitar misalnya suami harus lebih perhatian. Kalau istri mood-nya swing, buat dia lebih happy, lebih perhatian agar dia merasa nyaman,” katanya.
- Depresi postpartum
Jika baby blues bisa terjadi dalam kurun waktu maksimal dua pekan, postpartum justru berbeda. Depresi postpartum bisa dialami ibu dalam jangka waktu cukup lama, misalnya satu bulan hingga satu tahun.
Depresi postpartum juga bisa terjadi karena stres dan perubahan hormon yang dialami ibu. Lingkungan sekitar juga juga sangat berpengaruh dan bisa memicu postpartum.
“Dampaknya terhadap ibu juga lebih berat. Mereka bisa merasa sangat sedih, putus asa, bahkan merasa tidak berguna sebagai seorang ibu,” kata dia.
Ibu yang mengalami depresi postpartum juga tidak bisa bonding dengan bayi mereka. Bahkan, tidak sedikit ibu yang ingin bunuh diri hingga muncul keinginan untuk membunuh anak mereka.
“Makanya [depresi] postpartum sangat berbahaya. Bukan hanya mengancam nyawa ibu, tapi juga nyawa bayi. Lingkungan keluarga, suami, mertua, tetangga, semua sangat memberi dampak terhadap muncul atau tidaknya postpartum ini,” kata dia.[]
| CNN Indonesia
Discussion about this post