TELITIK.com, Banda Aceh – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) secara resmi mengirim surat kepada Mendagri Tito Karnavian terkait empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang diklaim sebagai bagian dari wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara.
Dalam surat yang diteken Ketua Komisi I DPRA melalui Ketua DPRA tersebut, parlemen Aceh meminta mendagri untuk mengembalikan empat pulau itu ke wilayah administratif Aceh.
Ketua Komisi I DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky menyebutkan, polemik soal pulau ini sudah terjadi beberapa tahun lalu, bahkan tim dari Aceh dan Kemendagri sudah turun ke lokasi untuk mengecek empat pulau dimaksud.
“Pulau ini adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Kita juga sudah pernah mengingatkan Mendagri agar berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait ini,” ujar Iskandar, Jumat 15 September 2023.
Iskandar mengatakan secara historis dan fakta autentik di lapangan, DPRA meyakini empat pulau masuk wilayah administratif Aceh.
Hal ini juga ditandai dengan kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh tahun 1992 yang ditandatangani Gubernur Kepala Daerah (KDH) Istimewa Aceh Ibrahim Hasan dengan Gubernur Sumut KDH Sumut, Raja Inal Siregar serta disaksikan Mendagri kala itu, Rudini.
Dari aspek sejarah, kata Iskandar, pulau-pulau tersebut juga dihuni masyarakat Aceh sejak puluhan tahun.
Asal usul penamaan keempat pulau itu, sambung Iskandar, pun sama sebagaimana pernah disampaikan rekan anggota DPRA dari Dapil Singkil.
Hal itu juga diperkuat dengan adanya salinan surat-surat keputusan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Aceh tertanggal 17 Juni 1965 dengan sebutan Pulau Mangkir Rajeuk, Pulau Tjut, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Sampai dengan sejauh ini, sambung Iskandar Al-Farlaky, sudah ada patok yang telah dibangun pemerintah Aceh di pulau tersebut pada tahun 2012. Selain itu juga sudah ada bangunan dan rumah singgah nelayan yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil di Pulau Panjang yang merupakan pulau terluar dari keempat pulau tersebut.
“Secara de facto ini membuktikan bahwa pulau tersebut berada di wilayah Aceh. Kita minta Mendagri untuk segera merevisi keputusannya Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 Tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode Data Wilayah Administratif Pemerintah dan Pulau,” pungkas Iskandar.[] (zik/zik)