TELITIK.com, Lhokseumawe – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Unimal Menggugat dan Komite Independen Kampus menggelar aksi di depan kampus Unimal Bukit Indah, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Senin 9 Oktober 2023.
Dalam aksinya, para mahasiswa menyoroti beberapa persoalan yang terjadi Unimal. Diantaranya adanya 12 kasus pelecehan seksual dan terkait kebijakan Beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Koordinator aksi, Ryandi Safitra menyebutkan, berdasarkan pengakuan dari Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau Satgas PPKS setidaknya adanya 12 kasus pelecehan seksual yang terjadi di kampus Unimal.
“Tentu dengan maraknya aksi pelecehan seksual yang terjadi di kampus Unimal membuat mahasiswi berada dalam tekanan psikologis,” ujar Ryandi.
Ryandi mengatakan, hingga saat ini tidak ada keterbukaan informasi publik dari pihak kampus mengenai pelaku yang seharusnya mendapatkan sanksi administrasi atau pemecatan yang telah diatiur didalam permemdikbud Nomor 30 Tahun 2021.
“Seolah-olah pihak kampus Unimal melindungi pelaku pelecehan seksual dan ini menambah kebobrokan yang dilakukan oleh pihak rektorat Unimal,” katanya.
Selain itu, Ryandi juga menjelaskan, sebelumnya ada 965 mahasiswa yang dinyatakan tidak lolos KIP-K 2023 dan mereka adalah anak anak dari petani serta nelayan yang seharusnya mereka mendapatkan hak beasiswa.
“Sebelumnya rektor pernah menjanjikan bahwa para mahasiswa yang tidak lolos KIP-K 2023 akan mendapatkan UKT sekecil-kecilnya, yaitu UKT 1 (Rp 500.000). Tapi nyatanya, ada sekitar 300 lebih mahasiswa yang mendapatkan UKT 2 dan 3, dan bayangkan mereka adalah anak-anak petani dan nelayan. Bahkan ada yang orang tuanya mengumpulkan botol bekas yang nantinya akan dijual untuk membeli beras di rumah,” sebutnya.
“Tapi sayangnya harapan mereka untuk melanjutkan kuliah pupus akibat janji manis yang diberikan oleh rektor,” tambah Ryandi.
Ryandi juga menyebutkan, kampus juga telah melakukan eksploitasi besar-besaran kepada mahasiswa dengan menambah golongan UKT yang membuat anak seorang petani harus membayar UKT sebesar Rp. 5 – Rp 10 juta per semester.
“Pada dasarnya jelas, PTN dapat menurunkan besaran UKT melalui penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa. Hal ini diatur dalam permendikbud nomor 25 tahun 2020 pasal 12. Selain itu, kewajiban yang sudah ditunaikan sebagai seorang mahasiswa yaitu ikut serta mananggung biaya penyelenggaraan pendidikan dan kegiatan mahasiswa,” bebernya.
“Seharusnya, mereka mendapatkan hak untuk mengakses informasi atau keterbukaan informasi publik mengenai anggaran kampus dan ini dijamin oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Karena pada dasarnya, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting kampus demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan mahasiswa untuk mewujudkan penyelenggaraan kampus yang baik,” pungkas Ryandi.[] (rel/saf)
Discussion about this post