TELITIK.com, Banda Aceh – Badan Anggaran DPRA mengapresiasi upaya Pemerintah Aceh dalam mengendalikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, namun menekankan perlunya perhatian lebih dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran di Aceh.
Hal itu dikatakan oleh Jubir Banggar DPRA, Irfannusir saat sidang paripurna dengan agenda pendapat Banggar DPRA terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang pertenggungjawaban APBA tahun anggaran 2023, Senin, 15 Juli 2024.
Juru Bicara Badan Anggaran DPRA Irfannusir dalam penyampaiannya melaporkan berbagai komponen penting, seperti Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL), Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
Laporan tersebut telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Provinsi Aceh dan hasil pemeriksaannya disampaikan pada Rapat Paripurna DPRA tanggal 27 Mei 2024.
Hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2023 mencakup berbagai aspek penting, termasuk pemeriksaan atas sistem pengendalian internal, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta laporan kinerja peningkatan pajak Aceh dalam rangka mendukung kemandirian fiskal.
Ia menyebutkan, dalam keputusan Rapat Pimpinan DPRA bersama para Ketua Fraksi pada tanggal 1 Juli 2024, disepakati bahwa pembahasan Rancangan Qanun Aceh akan dilakukan oleh Badan Anggaran DPRA bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dengan pendampingan dari Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Setelah mencermati dan membahas Rancangan Qanun tersebut, serta menelaah dokumen laporan hasil pemeriksaan dan kunjungan lapangan ke daerah pemilihan sejak 4 hingga 9 Juli 2024, Badan Anggaran DPRA memberikan beberapa pendapat sebagai berikut:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2023 dinilai sebagai penjabaran konkret dari rencana prioritas anggaran Pemerintah Aceh. Anggaran ini mendukung berbagai aspek pembangunan, termasuk pelayanan sosial dasar, kesehatan, pendidikan, transportasi, permukiman, pengelolaan sumber daya alam, serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pemerintah Aceh juga memperhatikan kekhususan dan keistimewaan Aceh sebagai landasan pokok penyelenggaraan pemerintahan.
Ekonomi Aceh tumbuh sebesar 4,23 persen pada tahun 2023, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2022. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat. Sektor utama yang menopang ekonomi Aceh meliputi pertanian, kehutanan, perikanan, perdagangan, serta konstruksi, dengan kontribusi signifikan terhadap PDRB Provinsi Aceh.
Namun kata dia, meskipun pertumbuhan ekonomi Aceh melebihi target dalam Rencana Pembangunan Aceh (RPA) 2023-2026, pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan ekonomi nasional dan regional Sumatra.
“Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh pada 2023 mencapai 74,70, menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, tingkat kemiskinan Aceh masih menjadi yang tertinggi di Sumatera, meskipun telah terjadi penurunan persentase penduduk miskin menjadi 14,45 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh juga masih tinggi, mencapai 6,03 persen pada Agustus 2023, meskipun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya,” jelasnya.[] (zik/zik)
Discussion about this post