TELITIK.com, Jakarta – Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi mengusulkan perbaikan dalam tata kelola pemberian pupuk subsidi. Ia melihat persoalan pupuk saat ini rumit dan terlalu banyak yang mengurusi.
“Pupuk ini overly regulated (terlalu diatur/ banyak pengaturan), terlalu banyak mengurusi. Padahal smallholders farmers ini dapatnya gak lebih dari 1 juta, tapi kita tahu ada 6 kementerian bahkan bisa 7 ditambah Kementerian LHK,” kata Rahmad dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu, 17 Juli 2024.
Ia mencontohkan ketika adanya arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan alokasi pupuk subsidi, realisasinya terganjal regulasi dan koordinasi. Ia mengatakan ketika diputuskan alokasinya naik menjadi 9,55 juta ton perlu diikuti Surat Keputusan di tingkat daerah.
“April diikuti keluarnya Permentan, yang merefleksikan (alokasi) 9,55 juta ton itu, dikirimkan ke seluruh Gubernur untuk dikeluarkan SK. Itu semua selesai baru Juni, Juni mohon maaf ini yang jadi ribut, baru sadar ternyata Kementan ternyata tidak berkontak dengan PT Pupuk Indonesia sesuai jumlah tersebut. Ternyata anggarannya belum ada. Sekarang kita tahu lebih sekitar 150 kabupaten akan habis alokasinya pada bulan Juli,” katanya.
Namun untuknya hal itu sudah ditindaklanjuti saat rapat pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri oleh Menteri Pertanian.
Selain itu, menurut Rahmat karena terlalu banyaknya regulasi dalam penyaluran pupuk subsidi juga menimbulkan regulatory cost. Menurutnya rumitnya penagihan pupuk subsidi itu mengakibatkan biaya bunga yang tidak kecil.
“Ini bukan yang kurang tagih. Ini yang reguler saja maka dari proses pertama penyaluran hingga terbitnya surat pencairan dana kira-kira 5 bulan. Kita hitung dari sisi bunganya itu triliunan per tahun. Kalau ini bisa disederhanakan bisa menghemat uang negara,” katanya.
Lebih lanjut ia juga mengkritisi aturan kewajiban untuk punya stok di tiap Kabupaten. Sehingga Pupuk Indonesia harus mengelola stok pupuk hingga 7 juta ton untuk memenuhi aturan tersebut. Sedangkan anggaran yang dibutuhkan untuk pengelolaan itu mencapai Rp 9 triliun.
“Padahal secara digital hal ini bisa diselesaikan. Sehingga pada forum ini saya meng-highlight usulan kami,” katanya.
Dari paparannya dituliskan seperti penegasan tujuan sasaran pupuk subsidi, pemutakhiran data kebutuhan, penganggaran berbasis kebutuhan, hingga jaminan pasokan gas untuk produksi pupuk, dan lainnya.[] (CNBCIndonesia.com)