TELITIK.com, Beirut – Gelombang kejut dari ledakan, suara dengungan pesawat tak berawak, dan gemuruh pesawat tempur telah menciptakan ketakutan mendalam di kalangan penduduk Lebanon, termasuk para pengungsi Palestina.
Sebagian besar serangan terfokus pada Dahiyeh, kawasan pinggiran selatan ibu kota, yang hancur lebur menjadi puing-puing dan mengakibatkan banyak korban jiwa di kalangan warga sipil.
Kawasan sekitar Dahiyeh telah menyaksikan ribuan orang mengungsi ke pusat-pusat penampungan yang tersebar di seluruh kota, mencari perlindungan dari serangan yang terus meningkat. Shatila, salah satu kamp pengungsi Palestina yang menampung sekitar 20.000 orang dalam area seluas satu kilometer persegi, tidak luput dari dampak ini.
Jalanan sempit yang biasanya padat dengan aktivitas kini hampir sepi, karena banyak wanita dan anak-anak memilih untuk melarikan diri ke lokasi yang lebih aman.
Salah satu warga Palestina, Majdi Adam, berbagi kisahnya: “Istri dan putri saya memutuskan untuk pergi ke Suriah, karena tidak sanggup lagi hidup dalam ketakutan. Saya sendiri memilih untuk tetap di sini, meski risikonya tinggi, karena saya merasa terhubung dengan Shatila,” ujar Majdi Adam seperti yang dilansir dari aljazeera.com, Senin, 7 Oktober 2024.
Sejak akhir September, peningkatan serangan Israel di Lebanon telah memicu krisis kemanusiaan yang parah, menghancurkan kota dan desa di selatan Lebanon, serta pinggiran Beirut, menewaskan hampir 2.000 orang dan membuat lebih dari satu juta orang mengungsi.
Para pengungsi Palestina, yang sebagian besar tinggal di 12 kamp di seluruh negeri, mengalami dampak yang mendalam. Kamp-kamp ini didirikan untuk menampung ratusan ribu warga Palestina. []