TELITIK.com, Sidney – Pemerintah Partai Buruh Australia berkomitmen untuk memprioritaskan penanganan dampak ekonomi global, termasuk “bayangan gelap” dari perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, usai meraih kemenangan telak dalam pemilu ulang.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Jim Chalmers pada Minggu, 4 Mei 2025, menyusul kampanye yang menyoroti kekhawatiran masyarakat atas kebijakan perdagangan global, khususnya dari AS.
Perdana Menteri Anthony Albanese—pemimpin Partai Buruh—berhasil mengamankan masa jabatan kedua secara berturut-turut, menjadikannya perdana menteri pertama Australia yang mencapai prestasi itu dalam dua dekade terakhir. Dalam pidatonya, Albanese menegaskan komitmennya untuk membentuk pemerintahan yang tertib dan disiplin serta menyerukan persatuan di tengah masyarakat.
“Rakyat Australia memilih persatuan dan bukan perpecahan,” ujar Albanese saat menyapa warga di daerah pemilihannya di Sydney, di sebuah kedai kopi yang disebutnya sebagai tempat kenangan masa kecil bersama mendiang ibunya.
Menurut proyeksi dari Australian Broadcasting Corporation (ABC), Partai Buruh diperkirakan memperluas mayoritasnya di parlemen menjadi setidaknya 86 kursi dari sebelumnya 77 di majelis rendah yang beranggotakan 150 orang. Sekitar 75 persen suara telah dihitung, dan proses penghitungan lanjutan dijadwalkan berlanjut pada Senin.
Sementara itu, pemimpin oposisi konservatif, Peter Dutton, kehilangan kursinya di tengah meningkatnya kekhawatiran pemilih atas tekanan biaya hidup serta kebijakan ekonomi yang dinilai kontroversial. Usulan pemotongan pegawai federal dan kebijakan kerja lima hari penuh di kantor disebut-sebut menjadi penyebab menurunnya dukungan terhadap kubu oposisi.
Peningkatan keresahan publik juga dipicu oleh pengumuman tarif besar-besaran oleh Presiden AS Donald Trump pada awal April, yang mengguncang pasar global dan memunculkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap dana pensiun dan stabilitas ekonomi Australia.
Pemerintah Albanese menyatakan siap menghadapi tantangan global dengan kebijakan ekonomi yang bijak dan berorientasi pada stabilitas sosial. [] (Reuters)