TELITIK.com, Banda Aceh — Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Aceh, Azwar A. Gani, mengecam keras keputusan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang menyerahkan empat pulau yang sebelumnya berada dalam wilayah administratif Aceh Singkil ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Keempat pulau tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil. Dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tertanggal 25 April 2025, pulau-pulau itu secara resmi dimasukkan dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, dengan alasan kedekatan geografis.
Menurut Azwar, keputusan tersebut tidak hanya mengabaikan aspek yuridis dan historis, tetapi juga telah melukai harga diri rakyat Aceh.
“Jangan ukur harga diri Aceh dengan peta administratif. Tanah bagi orang Aceh itu bukan sekadar wilayah, tapi kehormatan. Empat pulau itu bukan batu karang yang bisa dipindahkan begitu saja,” ujar Azwar dengan nada tegas dalam konferensi pers di Banda Aceh, Kamis,12 Juni 2025.
Ia menegaskan, pendekatan geografis tidak bisa menghapus nilai sejarah dan kultural yang melekat dalam identitas rakyat Aceh terhadap wilayah-wilayah tersebut.
“Dulu orang Aceh pernah berperang hingga ke Medan dalam mempertahankan tanah ini. Itu bukan perang untuk ekspansi, tapi jihad menjaga marwah Aceh. Hari ini, ketika pusat menyerahkan begitu saja pulau-pulau itu ke provinsi lain, itu seperti menginjak-injak pengorbanan para syuhada Aceh,” ujarnya.
Azwar juga menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat perdamaian pasca-MoU Helsinki 2005 yang menjadi landasan rekonsiliasi antara Aceh dan pemerintah pusat.
“Kita ini sedang menjaga perdamaian. Tapi jika pusat mengabaikan suara rakyat, jangan salahkan jika luka lama dibuka kembali. Kami di GP Ansor Aceh tidak ingin itu terjadi,” tambahnya.
Dalam pernyataannya, Azwar mendesak Pemerintah Aceh untuk mengambil langkah tegas dan menyampaikan protes resmi kepada pemerintah pusat. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Aceh tidak boleh diam atau bersikap ragu-ragu.
“Pemerintah Aceh tidak boleh gamang. Ini bukan soal politik, ini soal kedaulatan administratif yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Jangan sampai pusat seenaknya membagi-bagi tanah Aceh,” tegasnya.
Selain itu, ia menyarankan agar para mantan kombatan yang belum menerima lahan sesuai perjanjian damai dapat diberdayakan untuk menjaga dan mengelola empat pulau tersebut.
“Kirim kombatan yang belum dapat lahan ke sana. Bantu mereka bertahan hidup. Jangan biarkan tanah itu kosong dan diambil alih begitu saja. Kita harus membela tanah kita dengan cara yang bermartabat,” ujarnya.
Azwar menegaskan bahwa rakyat Aceh tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun tetap menuntut keadilan dan penghormatan terhadap sejarah Aceh.
“Kami tetap NKRI harga mati. Tapi jangan lukai kami dengan kebijakan yang tidak adil. Jangan cabut sejarah Aceh dari peta. Kami hanya ingin keadilan dan penghormatan terhadap sejarah bangsa ini,” pungkasnya. []